welcome

welcome n' join

Senin, 27 Mei 2013

tugassss

NAMA     : AGUSNIMAR
NIM         : 1004104010006


 ANALISA PERBANDINGAN MINAT MASYARAKAT ACEH TERHADAP RUMAH TAPAK DAN RUMAH SUSUN.

Kota Banda Aceh adalah sebuah kota yang terletak di ujung pulang sumatera bagian barat dan dikenal dengan sebutan serambi mekah karena nilai historis dan potensi alamnya yang menonjol. Namun, bencana tsunami pada tanggal 26 desember 2004 yang lalu telah menghancurkan infrastruktur dan seluruh aspek kehidupan masyarakatnya. Sehingga, mempengaruhi kelangsungan hidup pada masyarakat Aceh itu sendiri. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu berbenah diri untuk melanjutkan kehidupannya kembali. Sampai saat ini pembangunan infrastruktur di Aceh masih berlangsung dengan baik. Salah satunya adalah pembangunan perumahan untuk masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal.
Sebagaimana kita ketahui bahwa perumahan di Indonesia terdiri dari perumahan biasa (rumah tapak) dan perumahan bertingkat (rusunawa), seperti perumahan yang ada di Aceh. Perumahan yang dibangun di Aceh pertama kali adalah rumah bantuan seperti landed house, tetapi mengalami banyak kesulitan dan mendapatkan hasil yang kurang memuaskan bagi penghuninya. Disebabkan oleh, Rumah bantuan yang diberikan ke masyarakat berasal dari berbagai kalangan, sehingga rumah yang dibangun berbeda jenisnya. Otomatis kualitas rumah secara fisik dan psikologisnya berbeda juga. Perumahan yang ada di kota Banda Aceh disediakan oleh pemerintah atau developer seperti kawasan perumahan villa citra, geucheu, dan lain sebagainnya. Kawasan perumahan ini merupakan kawasan yang padat penghuni.
Di Aceh, rusunawa telah dibangun di kawasan keudah, kota Banda Aceh, mungkin hanya bangunan rusunawa ini saja yang bisa dijadikan sampel dalam tulisan ini. bangunan berlantai 4 ini dibangun sebanyak 4 unit, 2 unit telah dihuni, dan 2 unit lagi siap huni. Rusunawa ini diperuntukkan kepada masyarakat berpenghasilan menengah kebawah. Rusunawa yang berlokasi tepatnya di kampong keudah ini, jaraknya terhadap fasilitas umum seperti pasar, sekolah, dan rumah sakit lumayan jauh. selain itu, ruang terbuka di kawasan rusunawa ini sangat minim, bahkan jika diperhatikan secara seksama, rusunawa ini terlihat gersang, untuk sanitasinya tidak dirawat dengan baik, mungkin bukan salah pengguna atau pengelolanya juga, tetapi desain untuk sanitasinya kurang baik, seperti parit yang dibiarkan terbuka sehingga menimbulkan bau yang cukup mengganggu bagi penghuninya. Seharusnya sanitasi didesain lebih fungsional dan efektif, atau di buat tertutup, jika parit ini difungsikan sebagai wadah air hujan, maka bisa saja desain talang air hujannya yang harus diperhatikan. Selain masalah sanitasi, di kawasan Rusunawa ini juga tidak dijumpai ruang bermain anak-anak, tempat penitipan bayi, dan lain sebagainya.
Secara struktur bangunan ini cukup kuat karena didesain tahan gempa dan dibuat tinggi untuk antisipasi terhadap tsunami atau sebagai tempat evakuasi. Oleh karena itu, bangunan ini berfungsi sebagai escape building. Selain itu, di sebelah lahan rusunawa ini juga dibuat ruang terbuka hijau yang masih dalam tahap pengembangan, mungkin dari sinilah adanya secercah harapan akan ruang hijau dan taman bermain untuk anak-anak dan keluarga nantinya. Tak bisa dipungkiri bahwa desain hunian vertikal ini memiliki pengaruh positif dan negatifnya. Seperti yang kita ketahui jika rumah berada di suatu bangunan yang sama akan sangat mengganggu privasi sang pengguna, berbeda dengan landed house atau rumah tapak, rumah yang dibuat terpisah dari bangunan rumah lainnya memberikan cukup privasi bagi penggunanya, hanya saja dari segi ekonomis dan lahannya memang lebih mahal daripada pembangunan rusunawa. Tepatnya, rusunawa dibangun karena alasan keterbatasan lahan.
Menurut saya, pada daerah Aceh masih banyak lahan yang bisa digunakan untuk kawasan permukiman penduduk, lahan di kawasan pinggiran kota juga berpotensial untuk pembangunan, tetapi ada juga permasalahannya, karena kita sebagai manusia pasti tak bisa mengelak dari yang namanya “masalah”. Oleh karena itu, setidaknya kita berusaha untuk menemukan solusi terbaik dalam penyelesain masalah ini. Hal-hal inilah yang sulit dihindari oleh pemerintah, semua orang memiliki hak untuk memilih tinggal dimana, tapi tidak pernah mau menyadari kenyataan bahwa pilihan itu suatu saat menjadi tidak benar. Oleh karena itu, sebagai pemerintah seharusnya memikirkan pola hidup masyarakat aceh yang heterogen ini. Agar kesejahteraan terdistribusi secara merata. Kompleksitas yang disebabkan oleh pola hidup yang heterogen inilah seharusnya menjadi tonggak potensi untuk pemerintah manfaatkan.
Beberapa alasan masyarakat kota lebih memilih tinggal di perumahan tapak, antara lain, karena masyarakat kota masih banyak yang tidak bersedia tinggal di hunian vertikal. Pembangunan rumah tapak lebih cepat, lebih mudah dan lebih murah daripada hunian vertikal. Harga jual maupun sewa serta pemeliharaan rumah tapak lebih terjangkau. Rumah tapak bisa ditingkatkan luas maupun kualitasnya sesuai kebutuhan dan kemampuan. Harga tanah senantiasa meningkat. Jika diperlukan rumah tapak dapat dijual atau dijadikan jaminan hutang dengan persyaratan lebih mudah dan proses yang lebih cepat dengan hunian vertikal. Jadi, intinya pembangunan rusunawa dikarenakan keterbatasan lahan, pembangunan yang cepat, dan pengelolaannya termanage.
Untuk permasalahan keterbatasan lahan, menurut saya pribadi itu bukan alasan yang tepat. Masih banyak lahan kosong yang ada kota Banda Aceh ini. Yang terpenting pemerintah menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap untuk masyarakat seperti jalan dan angkutan umum, jadi untuk permasalahan pembangunan di lahan kosong yang otomatis kebanyakan di pinggiran kota atau jauh dari kota bisa diselesaikan dengan adanya sarana transportasi yang baik. Permasalahan perumahan memang menjadi permasalahan pokok dalam masyarakat. Karena ini juga menyangkut segala aspek, apakah itu aspek ekonomi, politik, sosial-budaya bahkan pemahaman agama atau spiritual juga perlu dikaji lebih lanjut.
Untuk kedepannya kita berharap bahwa pemerintah dapat memperhatikan perumahan masyarakat. Sehingga dapat memberikan kelangsungan hidup masyarakat seterusnya menjadi lebih baik. Kita jangan sibuk memikirkan bagaimana menyelesaikan sebuah masalah tetapi memikirkan bagaimana caranya mengubah masalah menjadi potensi. Sebab kita terkadang  hanya melihat suatu hal sebagai masalah tanpa menyadari dibaliknya ada potensi yang bisa dikembangkan. Seharusnya masyarakat juga diberi pemahaman, proses inilah yang membutuhkan kerja sama semua pihak. Di sini juga pemerintah harus mengaplikasikan pepatah “sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui”.
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa, Masyarakat kota Banda Aceh lebih berminat tinggal di rumah tapak dibandingkan dengan rusunawa karena alasan privasi, efisiensi dan sifatnya yang nafsi-nafsi (individualis). Adanya hal positif dan negatif tinggal di rusunawa dan di rumah tapak, pada hakikatnya semua tergantung kepada masing-masing personal. Kebanyakan masyarakat berpenghasilan rendah di kota Banda Aceh masih tabu dengan bangunan yang bertingkat banyak. Faktor kenyamanan pada sirkulasi vertikalnya juga sangat mempengaruhi minat masyarakat, yang secara awam, tinggal di bangunan berlantai 1 masih lebih nyaman. Jika memungkinkan pembangunan rumah tapak lebih diperhatikan pemerintah dengan alasan masyarakat berhak atas privasi dan keamanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar